KARET Sebagai Komoditas Perkebunan Unggulan :
KARET merupakan tanaman tahunan yang tumbuh subur di daerah tropis dengan curah hujan yang cukup. Menurut asal-usulnya, tanaman
KARET berasal dari Brasil dan kemudian berkembang di seluruh dunia. Namun saat ini penghasil utama
KARET berada di negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia dan Malaysia.
Sejak pembangunan perkebunan di Indonesia dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda,
KARET telah dijadikan sebagai komoditas unggulan bersama tebu, kopi, teh, tembakau, kina, kapas dan rempah-rempahan. Demikian halnya setelah perkebunan-perkebunan Belanda dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia,
KARET tetap menjadi salah satu komoditas primadona perkebunan.
Ketika Indonesia dipimpin oleh Jenderal Besar Presiden Soeharto, komoditas
KARET semakin dipacu perkembangannya.
KARET dibudidayakan oleh perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, pada awal pemerintahan Soeharto di tahun 1967, luas perkebunan
KARET di Indonesia baru 2.131.704 hektar dengan total produksi 709.251 ton. Kemudian pada akhir pemerintahan Presiden Soeharto di tahun 1997, luas perkebunan
KARET Indonesia menjadi 3.474.402 hektar atau meningkat sekitar 63% dengan total produksi sebesar 1.552.585 ton atau meningkat sekitar 120%.
Tahun 1998, areal perkebunan
KARET mencapai puncak dengan luas 3.607.295 hektar. Demikian pula produksinya yang mencapai 1.661.898 ton.
Namun, mulai tahun 1999 luas areal perkebunan
KARET mengalami penyusutan hingga 3.262.267 hektar di tahun 2004 meskipun total produksinya masih cenderung terus meningkat. Baru pada tahun 2005 luas areal tersebut menunjukkan pertumbuhan kembali.
Sekarang, menurut Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Indonesia memiliki lahan perkebunan
KARET paling luas di dunia. Sayangnya, dari segi produksi hanya mampu menempati urutan kedua setelah Thailand. Namun demikian, Indonesia memiliki hamparan perkebunan
KARET seluas 3,47 juta hektar lebih, dimana 85% diantaranya merupakan perkebunan rakyat. Melalui upaya penerapan teknologi maju dan bibit jenis unggul diharapkan perkebunan
KARET Indonesia mampu meningkatkan produksi per satuan hektar.
Indonesia menargetkan bisa menjadi negara penghasil
KARET terbesar di dunia pada tahun 2015. Upaya itu dilakukan dengan merevitalisasi perkebunan
KARET seluas 300.000 hektar hingga 2010, sekaligus mengganti tanaman
KARET yang rusak dan tua yang mencapai 400.000 hektar. Selain itu, pemerintah juga mengundang investor untuk mengembangkan perkebunan
KARET, sekaligus membangun usaha hilir dan pemilik modal itu akan diberi kemudahan dalam bidang perijinan dan insentif pajak.
Menurut Menteri Pertanian pula, budidaya perkebunan
KARET memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, antara lain sebagai sumber pendapatan bagi lebih dari 10 juta petani dan menyerap sekitar 1,7 juta tenaga kerja lainnya. Selain itu,
KARET juga merupakan salah satu komoditas nonmigas yang secara konsisten nilai ekspornya terus meningkat. Sebanyak 15 provinsi di Indonesia tercatat sebagai sentra produksi
KARET nasional, antara lain Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Dari segi pasar, produksi
KARET Indonesia terutama ditujukan untuk meningkatkan ekspor serta memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tingginya kebutuhan akan komoditas
KARET menunjukkan bahwa permintaan bahan baku
KARET baik di pasar lokal maupun internasional memiliki prospek yang sangat baik untuk terus dikembangkan.
KARET merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi terhadap upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor
KARET Indonesia dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Menurut International Rubber Study Group (IRSG), konsumsi
KARET alam dunia selalu mengalami kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2004 konsumsi
KARET alam dunia mencapai 8,23 juta ton sedangkan produksi dunia sekitar 8,475 juta ton per tahun. Angka tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2000, dimana konsumsi dunia sebanyak 7,31 juta ton dengan produksi sebanyak 6,74 juta ton. Antara konsumsi dan produksi
KARET dunia semakin menunjukkan adanya defisit produksi, sehingga menjadi potensi bagi Indonesia untuk pengembangan budidaya
KARET di masa yang akan datang.
Sebagai salah satu negara penghasil
KARET terbesar, Indonesia memiliki peran yang besar dalam percaturan
KARET dunia. Bahkan Indonesia merupakan anggota konsorsium
KARET internasional IRCO yang turut berperan sebagai pengendali harga
KARET alam dunia. Selain Indonesia, anggota IRCO lainnya adalah Malaysia dan Thailand yang juga merupakan produsen utama
KARET alam. Selanjutnya IRCO juga berusaha menggaet Vietnam untuk memperkuat peranan IRCO dalam mengendalikan harga
KARET dunia.
Artikel Terkait:
PEREMAJAAN DAN PERLUASAN PERKEBUNAN KARET dalam Tuntutan Peremajaan Perkebunan Karet RakyatKomoditi Karet sebagai sumber devisa negara, Peluang Usaha Perkebunan KaretKINERJA INDUSTRI KARET INDONESIA Ketersediaan Lahan Perkebunan KaretRevitalisasi dan Peremajaan Perkebunan KaretDukungan Kebijakan dalam Revitalisasi Perkebunan Karet
Peluang Usaha UKM
0 komentar:
Posting Komentar